Postingan

Empat Petani Bergulat dengan Buaya Ganas

Mamuju: Empat petani bergulat mengalahkan seekor buaya selama delapan jam di Mamuju, Sulawesi Barat. Mereka resah karena selama ini buaya sepanjang enam meter lebih itu selalu menguras isi tambak petani seperti udang dan ikan bandeng. Ratusan warga Desa Bambu, Kecamatan Mamuju, memenuhi lokasi pertempuran yang tak jauh dari permukiman. Para penonton yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak ini baru berani mendekat setelah hewan reptil raksasa berdiameter 95 sentimeter itu diikat. Kejadian ini bermula ketika Asseng, petani setempat, mencurigai adanya pencuri di lokasi tambak. Pada malam hari, ia pun mengintai kawasan tersebut dengan seksama. Namun ia kaget setengah mati saat menemukan bahwa seekor buaya ganas adalah sang pencuri selama ini. Tidak ada warga yang terluka dalam insiden ini. Buaya besar yang berasal dari Sungai Bambu itu diduga kekurangan makanan sehingga turun ke permukiman. Hingga Senin (7/6), petugas balai penangkaran setempat belum melakukan peninjauan.

Seorang Nelayan Tewas Terjerat Jaring Sendiri

Muhammad Ali (45), nelayan di Tanjung Smalantanakan, Pamukan Selatan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, Sabtu sore kemarin, tewas akibat kakinya terjerat oleh jaring yang dipasangnya sendiri. "Dugaan sementara, Ali tenggelam akibat kakinya terjerat jaring `gondrong` miliknya sendiri," kata Kepala Desa Tanjung Smalantakan, H Masiara Amin, kepada ANTARA di Kotabaru, Minggu. Peristiwa yang merenggut jiwa suami Hasnawati itu, kata dia, diperkirakan terjadi sekitar Santu, pukul 17.30 Wita di perairan Teluk Pamukan. Bapak dari empat orang anak itu baru dapat dievakuasi nelayan ke rumah korban di Tanjung Smalantakan, dari Teluk Pamukan, Sabtu sekitar pukul 20.30 Wita. Masiara menjelaskan, ditemukannya jenazah korban itu bermula, saat Iyus, seorang nelayan yang juga tetangga korban mencurigai perahu milik Muhammad Ali tidak bergerak sejak sore hari. "Setelah didekati ternyata Ali tidak ada di dalam perahu," ujarnya. Merasa penasaran, Iyus memanggil kakak ipar Ali, yakni,

Walhi: Moratorium Dua Tahun Tidak Cukup

Gambar
Organisasi masyarakat peduli lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan moratorium selama dua tahun yang menjadi komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan hutan Indonesia. "Tidak cukup kalau hanya dua tahun moratorium. Keberhasilan moratorium bukan diukur dengan waktu," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry N Furqon, di Jakarta, Sabtu. Ia mengatakan konsep Walhi untuk memperbaiki kerusakan hutan lebih melihat pada indikator dan kriteria yang diselesaikan. "Tidak bisa kalau patokannya waktu". Selain itu, ia mengatakan penyelamatan hutan juga tidak boleh berpatokan pada dana bantuan, tetapi menjadi kesadaran pemerintah bahwa hal tersebut merupakan tugas pemerintah. Pembenahan regulasi, manajemen kehutanan, reformasi hukum, reformasi agraria, menurut Berry, harus dilakukan. "Termasuk juga pemerintah harus tegas dalam masalah pasok kayu pada industri, semua harus dilaksanakan secara lestari," lan